SURABAYA – Kabar soal aturan yang tidak mewajibkan calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk memiliki Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) sebagai syarat Pemilu sempat membuat heboh warganet. Banyak pihak mengkritik kabar tersebut karena dirasa tidak wajar. Sebab, rekrutmen pekerjaan lainnya masih mewajibkan penggunaan SKCK.
Menanggapi hal tersebut, dosen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (UNAIR) Ali Sahab SIP Msi mengatakan bahwa kabar tersebut perlu dikonfirmasi lagi kebenarannya. Sebab, pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) sendiri belum mencabut regulasi tersebut.
Ali mengatakan, kewajiban melampirkan SKCK masih tertuang dalam UU No.7 Tahun 2017 dan Peraturan KPU No. 20 Tahun 2018.
“Pada Pasal 240 ayat (2) huruf d UU No. 7 Tahun 2017 tertulis bahwa calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota harus melengkapi syarat administratif dibuktikan dengan surat keterangan sehat jasmani dan rohani dan surat keterangan bebas dari penyalahgunaan narkotika, ” ujar Ali, Kamis (15/9/2022).
Ali menambahkan, untuk mantan koruptor Pasal 45A PKPU Nomor 31 Tahun 2018 sebagai perubahan dari PKPU Nomor 20 Tahun 2018. “Para mantan koruptor tetap bisa mendapatkan SKCK dengan keterangan ‘terpidana’ ada di dalamnya, ” tambah Ali.
Kemudian, ia menerangkan bahwa etika politik harus dipegang dan ditegakkan oleh para politisi jika aturan terkait ketidakwajiban SKCK bagi calon DPR diterapkan.
“Sehingga masyarakat sebagai pemilih harus menjadi pemilih yang cerdas. Cara memberi sanksi terhadap mereka (calon DPR tanpa SKCK, Red) dengan tidak memilihnya, walaupun dikasih uang atau barang, ” ucap dosen FISIP itu.
Terakhir, ia menegaskan jika aturan tersebut benar-benar terjadi, maka benteng terakhir etika politik adalah masyarakat itu sendiri yang berperan sebagai pemilih. Oleh sebab itu, ia mengimbau agar masyarakat menjadi pemilih yang cerdas. (*)
Penulis: Rafli Noer Khairam
Editor: Binti Q. Masruroh