SURABAYA - FISIP UINSA mengadakan Seminar Hasil penelitian di Hotel Luminor Sidoarjo pada hari Sabtu-Minggu, 3-4 Desember 2022. Acara dibagi menjadi 3 sesi, sesi pertama yaitu pembukaan dan seminar hasil penelitian, sesi kedua dilanjutkan dengan review hasil penelitian oleh Rektor UINSA Prof. Akh. Muzakki dan Pegiat Swiss Contact serta aktifis sosial Labuan Bajo yaitu Gregorius Manao. Hari berikutnya merupakan sesi ketiga dengan narasumber Ahmad Iman Syukri yang merupakan Staf Khusus Mendes PDTT.
Sesi pertama yaitu pembukaan seminar hasil penelitian yang dihadiri oleh Dekan FISIP Dr. Abdul Chalik, M.Ag., Wakil Dekan 1 Dr. Iva Yulianti, M.Si., Wakil Dekan 2 Dr. Aniek Nurhayati, M.Si., Wakil Dekan 3 Dr. Syaeful Bahar, M.Si., Ketua Prodi, Sekretaris Prodi, Tenaga Kependidikan, dan beberapa Mahasiswa FISIP UINSA.
Dalam Sambutannya, Dr. Abdul Chalik mengatakan bahwa acara ini diadakan untuk memberikan catatan pada penelitian yang telah dilakukan dua bulan lalu oleh rekan-rekan peneliti, sehingga penelitian yang dilakukan dapat memberikan rekomendasi-rekomendasi yang bermanfaat kedepannya. Acara ini juga merupakan forum yang sangat berharga untuk peneliti khususnya dan untuk mahasiswa pada umumnya karena dapat ikut mendengar berbagai informasi dan pengalaman yang luar biasa. Tidak lupa Dr. Abdul Chalik menyampaikan rasa terimakasihnya kepada rekan-rekan peneliti atas kontribusi dan proses yang luar biasa tersebut.
Acara selanjutnya merupakan seminar hasil penelitian yang dipimpin oleh Yusrol Fahmi, M.IP. selaku moderator, Moh. Fathoni Hakim, M.Si selaku peneliti di Desa Waturaka dan Moh. Aziz selaku peneliti di Desa Kutuh. Moh Fathoni Hakim memaparkan bahwa desa yang diteliti merupakan desa wisata berbasis desa adat.
Menariknya, desa ini menawarkan pengalaman kepada pengunjung untuk tinggal bersama masyarakat, dengan harga 150 ribu per-malamnya, pengunjung bisa memasak bersama masyarakat dan mendapatkan makan 3 kali sehari. Untuk saat ini, homestay berbasis CBT (Community Based Tourism) ini telah menghasilkan perputaran angka yang cukup signifikan yakni kurang lebih 200 juta per tahun untuk homestaynya saja.
Selanjutnya, Moh. Aziz memaparkan bahwa di Desa Kutuh, Bali juga tidak terlalu berbeda dengan Desa Waturaka. Seorang tetua desa bernama I Nyoman dengan slogannya yang khas “Ayo bangkit, menebang tebing meraup dolar” menceritakan bahwa dulu daerah ini merupakan daerah miskin. Sebagaian besar penduduk bertani dan jika panen gagal maka bisa saja masyarakat memakan bonggol pisang. Namun sejak adanya desa wisata ini, Desa Kutuh telah sukses berubah dari desa miskin menjadi desa percontohan di sektor pariwisata.
Setelah pemaparan tersebut, acara dilanjutkan dengan pemberian masukan dan pertanyaan dari para hadirin sebelum ditutup dan dilanjutkan dengan sesi kedua pada malam hari yang menghadirkan narasumber Prof. Akh. Muzakki dan Gregorius Manao. (ADF)