SURABAYA – Dalam periode tiga hari (24-26 Agustus), FH UNAIR kembali menggelar Program Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) secara luring untuk kali pertama setelah dua tahun. Bernama Juristocrat 2022, PKKMB FH UNAIR diikuti oleh 335 mahasiswa baru dari berbagai penjuru nusantara. Tema akbar dari ospek fakultas tahun ini adalah “Merintis Mahasiswa Baru sebagai Generasi Intelektual yang Beradab di Era Digitalisasi.”
Humanisme Ospek
Project Officer Juristocrat 2022 Iqbal Fauzurrahman mengatakan bahwa ospek yang humanis, mendidik, dan menyenangkan merupakan visi utama dari Juristocrat tahun ini. Iqbal menambahkan bahwa segala bentuk perpeloncoan itu tidak diperlukan dalam menyambut mahasiswa baru (maba). Peran ospek disini harusnya adalah untuk mengenalkan mereka dengan seluk beluk FH UNAIR dan tanggungjawab yang mereka emban sebagai calon yuris. Tak hanya itu, Iqbal juga menekankan komitmen Juristocrat 2022 menjadi ruang aman bagi maba dan panitia yang bebas dari kekerasan seksual.
“Dengan materi dan kegiatan-kegiatan yang menyenangkan, kami harapkan bahwa maba FH 2022 dapat dari awal menumbuhkan sense of belonging terhadap fakultas, angkatan dan komitmen mereka masing – masing di kampus, ” ujar mahasiswa angkatan 2020 itu pada Senin (29/8/2022).
Berprestasi dan Berintegritas
Dekan FH UNAIR Iman Prihandono PhD mengatakan bahwa materi-materi yang diajarkan pada Juristocrat 2022 ini agar memantik mahasiswa baru untuk berprestasi dan berintegritas. Berbagai kegiatan akademik dan non-akademik diharapkan untuk dimanfaatkan sebagai lahan berproses para mahasiswa.
“Prestasi ini penting untuk mempertahankan FH UNAIR sebagai yang terbaik di Indonesia, dan membantu FH UNAIR di kancah global. Mahasiswa bisa melakukan penelitian, lomba, pengabdian masyarakat, hingga student exchange di level internasional. Itu yang kami perkenalkan di PKKMB agar mereka nantinya siap saat berkuliah empat tahun kedepan, ” tegas Pakar Hukum Internasional itu.
Materi mengenai sejarah gerakan mahasiswa dalam pemajuan keadilan sosial di Indonesia juga diberikan oleh Dewan Etik Indonesian Corruption Watch Dadang Tri Sasongko. Ia mengatakan bahwa dalam entah itu kolonialisme Belanda atau otoritarianisme Orde Baru, mahasiswa selalu hadir menjadi garda terdepan dalam pergerakan perlawanannya. Ditekankan oleh Dadang bahwa mahasiswa harus memanfaatkan kelebihan intelektualnya untuk menjadi agen perubahan. Kekritisan dan kepekaan terhadap berbagai problematika sosial di sekitarnya harus ditumbuhkan dan dijaga.
“Mahasiswa juga harus bisa memiliki idealisme yang kuat, yang takkan luntur sekalipun kita menduduki posisi-posisi penting dalam pemerintahan ataupun sistem peradilan. Problem utama di Indonesia sekarang adalah masih merajalelanya praktik-praktik korupsi, serta lemahnya penegakan hukum yang independen. Ini yang harus dibenahi, dan teman-teman disini sebagai calon yuris nanti yang bertanggung jawab membenahinya di kemudian hari, ” tutur Dadang yang merupakan alumni FH UNAIR tahun 1983 itu.
Penulis: Pradnya Wicaksana
Editor: Nuri Hermawan